Rabu, 08 Desember 2010

Tips Memahami Pelajaran yang Disampaikan

Berikut ini adalah tips-tips untuk memahami pelajaran atau kajian yang disampaikan oleh syaikh atau ustadz. Semoga bermanfaat bagi kita semua.

Pertama
 Mencari tempat duduk yang tepat di hadapan guru.

Hal ini agar ia dapat mendengarkan dengan baik, tidak tercerai-berai (pendengarannya) karena suara gurunya yang kecil, dan agar ucapan guru tidak terdengar salah disebabkan posisinya yang jauh dari guru. Dahulu para penuntut ilmu saling berlomba-lomba agar dapat menempati tempat yang paling depan agar manfaat yang diperoleh lebih sempurna.

Kedua
 Memperhatikan dan mendengarkan dengan baik penjelasan guru

Kita diperintahkan mendengarkan dengan baik, secara seksama, dan mudah-mudahan kita termasuk orang-orang yang mendengarkan yang baik-baik dan mengikuti yang terbaik. Apabila seseorang murid lengah dari bacaan gurunya, maka manfaat yang dia dapatkan sangat sedikit dan masalah-masalah dalam pelajaran yang disampaikan akan menjadi rancu baginya.
Ada di antara penuntut ilmu syar'i yang rajin menghadiri majelis-majelis ilmu, tetapi dia tidak mendengarkan pelajaran yang disampaikan dengan penuh perhatian sehingga keadaan dia ketika pulang dari majelis ilmu itu sama dengan keadaannya ketika ia mendatanginya, yaitu pulang dengan tidak membawa ilmu syar'i yang disampaikan. Bahkan sungguh mengherankan, ada di antara mereka yang telah menghadiri majelis ilmu selama bertahun-tahun tetapi tidak mendapatkan ilmu dan tidak ada perubahan dalam diri dan amalannya.

Para salafush shalih adalah manusia yang sangat antusias terhadap ilmu. Apabila seorang syaikh atau guru menyampaikan pelajaran, mereka pun mendengarkan dengan sungguh-sungguh.

Imam Adz-Dzahabi rahimahullah menyebutkan dalam kitab Siyar A'lamin Nubala' dan Tadzkiratul Huffazh bahwa Ahmad bin Sinan rahimahullah berkata, "Dalam majelis 'Abdurrahman bin Mahdi tidak ada seorang pun yang berbicara, tidak ada pensil yang diraut, dan tidak ada seorangpun yang berdiri. Seolah-olah di atas kepala mereka ada burung atau seolah-olah mereka sedang shalat." [1]

Dalam riwayat lain, Ahmad bin Sinan mengatakan, "Tidak ada yang berbicara dalam majelis 'Abdurrahman, tidak ada pula pensil yang diraut, tidak ada seorang pun yang tersenyum, dan tidak ada seorang pun yang berdiri. Seolah-olah di atas kepala mereka ada burung atau seolah-olah mereka sedang shalat. Jika ia melihat salah seorang di antara mereka tersenyum atau bercakap-cakap, maka ia memakai sandalnya lalu keluar." [2]

Seorang penuntut ilmu harus berusaha menjadi pendengar yang baik, mendengarkan yang baik-baik, yaitu Al-Qur'an dan hadits-hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam agar ia bisa mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan dapat mengamalkan keduanya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

 فَبَشِّرْ عِبَادِي . الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَاهُمُ اللَّهُ وَأُولَئِكَ هُمْ أُولُو الألْبَابِ

"... Sebab itu sampaikanlah berita gembira itu kepada hamba-hambaku, (yaitu) mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan merekalah orang-orang yang mempunyai akal sehat."
(Q.S. Az-Zumar: 17-18)

Ketiga
 Diam ketika pelajaran disampaikan

Ketika belajar dan mengkaji ilmu syar'i, kita tidak boleh berbicara yang tidak bermanfaat, tanpa ada keperluan dan tidak ada hubungannya dengan ilmu syar'i yang disampaikan, serta tidak boleh ngobrol. Haruslah dibedakan antara majelis ilmu dengan majelis yang lainnya; antara tempat kita menuntut ilmu dengan tempat yang lainnya, apalagi yang disampaikan adalah ayat-ayat Allah dan hadits-hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

Secara umum Allah menyebutkan tentang hal ini dalam firman-Nya,

وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

"Dan apabila dibacakan Al-Qur'an maka dengarkanlah dan diamlah agar kamu mendapat rahmat."
(Q.S. Al A'raaf: 204)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam."
(H.R. Bukhari dan Muslim)  

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda:

"Barangsiapa yang diam, maka ia akan selamat."
(H.R. Ahmad) 

Imam adh-Dhahhak bin Muzahim rahimahullah mengatakan, "Pintu pertama dari ilmu adalah diam; keduanya adalah mendengarkannya; ketiganya adalah mengamalkannya; dan keempatnya adalah menyebarkannya dan mengajarkannya."

Muhammad bin Abdul Wahhab Al-Kufi rahimahullah mengatakan, "Diam itu mengumpulkan dua perkara bagi seseorang: selamat dalam agama dan pemahaman (yang benar) bagi pelakunya."

Imam An-Nawawi rahimahullah menjelaskan tentang adab penuntut ilmu syar'i ketika menghadiri majelis ilmu, "(Seorang murid) tidak boleh mengangkat suara tanpa keperluan, tidak boleh tertawa, tidak boleh banyak berbicara tanpa kebutuhan, tanpa adanya keperluan yang sangat, bahkan ia harus menghadapkan wajahnya ke arah gurunya..."

Keempat
 Bersungguh-sungguh untuk mengikat (mencatat) faedah-faedah pelajaran.

Ketika belajar, seorang penuntut ilmu harus mencatat pelajaran, poin-poin penting, fawaid (faedah-faedah dan manfaat) dari ayat, hadits, dan perkataan para shahabat dan ulama, atau berbagai dalil bagi suatu permasalahan yang dibawakan oleh gurunya. Tujuannya agar ilmu yang disampaikannya tidak hilang dan terus tertancap di ingatannya setiap kali ia mengulangi pelajarannya. Karena daya tangkap atau kemampuan menghafal dan memahami pelajaran berbeda antara satu orang dengan yang lainnya. Selain itu, dengan mencatat pelajaran, ia dapat memahami dan menghafalkannya. Bersungguh-sungguhlah untuk mencatat faedah dan hal-hal penting dari pelajaran karena ia adalah kesimpulannya dan kelezatan yang telah terkemas.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

"Ikatlah ilmu dengan tulisan." [3]

Seorang penuntut ilmu tidak boleh bakhil atau pelit untuk membeli buku dan alat tulis, kitab, dan berbagai sarana yang dapat membantunya untuk mendapatkan ilmu.

Kelima
Menghafalkan ilmu syar'i yang disampaikan

Para ulama salaf sangat bersemangat dalam menghafalkan ilmu. Cukuplah para shahabat menjadi contoh dalam hal ini. Mereka menghafalkan sekian banyak hadits yang mereka dengar langsung dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Begitupun para ulama setelah mereka yang menghafalkan beribu-ribu hadits dengan sanad-sanadnya sehingga nama mereka tetap harum sampai hari Kiamat. Karena ilmu yang sejati itu adanya di dada (dihafalkan) bukan sekedar ada di buku.

Keenam
Tidak banyak bertanya saat pelajaran disampaikan

Banyak bertanya saat pelajaran disampaikan dapat mempersempit kesempatan untuk memperoleh manfaat ilmu, baik untuk dirimu maupun kawan-kawanmu. Jika ingin mengajukan pertanyaan, maka lakukanlah saat sesi tanya jawab atau di luar waktu kajian.

Ketujuh
Tidak membaca satu kitab kepada banyak guru pada waktu yang sama.

Yang paling baik adalah ia menekuni membaca satu kitab -atau ringkasannya- kepada satu guru yang mutqin (yang ahli dan hafalannya baik) agar dapat memperoleh manfaat yang sempurna.
  
Kedelapan
Mengulang pelajaran setelah kajian selesai.

Yaitu dengan mengulang kembali pelajaran yang telah diperoleh dari guru dengan melihat kitab asli dan faedah-faedahnya serta masalah-masalah penting yang telah engkau catat dari guru. Boleh juga dengan mendengarkan rekaman pelajaran/kajian yang telah disampaikan oleh guru. Alhamdulillah saat ini kita telah dimudahkan untuk bisa merekam berbagai kajian Islam. Hendaknya nikmat ini kita manfaatkan dengan baik untuk muraja'ah (mengulang-ulang), agar ilmu yang didapat lebih meresap.

Kesembilan
 Bersungguh-sungguh mengamalkan ilmu yang telah dipelajari

Hal ini sangat penting karena ilmu syar'i yang telah dipelajari adalah untuk diamalkan, bukan sekedar untuk dihafalkan. Hendaklah seorang penuntut ilmu mencurahkan perhatiannya untuk menghafalkan ilmu syar'i ini dengan mengamalkannya.  Sungguh telah dikatakan, "Ilmu memanggil-manggil amal. Jika menyahutnya (ia akan mendekat) dan jika tidak, maka ia pun pergi.

Menuntut ilmu syar'i bukanlah tujuan akhir, tetapi sebagai pengantar kepada tujuan yang agung, yaitu adanya rasa takut kepada Allah, merasa diawasi oleh-Nya, taqwa kepadanya, dan mengamalkan tuntutan dari ilmu tersebut. Dengan demikian, siapa saja yang menuntut ilmu bukan untuk diamalkan, maka niscaya ia diharamkan dari keberkahan ilmu, kemuliaannya, dan ganjaran pahalanya yang besar.

____________________________________________________
Footnotes:

[1] Tadzkiratul Huffazh (I/242, no. 313) cet. Darul Kutub al-'Ilmiyyah.

[2] Siyaar A'laamin Nubalaa' (IX/201-202). Lihat juga Ma'aalim fii Thariiq Thalabil 'Ilmi (hal. 62).

[3] Hadits hasan diriwayatkan oleh Ibnu 'Abdil Barr dalam Jaami' Bayaanil 'Ilmi wa Fadhlih (I/306, no 395) dari shahabat Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu.


*********************************************

Disarikan dari buku : Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga
Karya : Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Penerbit : Pustaka At-Taqwa

dengan beberapa tambahan

repost dari: study-islam.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar